Minggu, 29 September 2013

aku dan kamu pantaskah menjadi kita?


Aku tak tahu mengapa berkali-kali pertengkaran di antara kita selalu terjadi. Aku tak mengerti apa salahku dan salahmu yang selalu menghasilkan adu argumen tanpa mengerti situasi. Inikah kita yang awalnya selalu merasa memiliki kesamaan? Benarkah semua sifat egois yang selalu meledak setiap kali kita mempertahankah pendapat?
Ada batu yang sangat keras di kepalamu dan di kepalaku. Ada aliran sungai yang begitu deras pada tutur kataku dan tutur katamu. Mengapa kita tak pernah lelah untuk mencari masalah? Mengapa aku dan kamu selalu senang menyelami jurang perbedaan?
Kita selalu merasa paling dewasa. Kita selalu merasa paling tahu apa yang ada di dunia. Keegoisan yang membuncah liar itu...
amarah yang tak terkendali itu...
seperti ada iblis yang memporak-porandakan isi otak kita. Sehingga tak ada kata yang tersaring dalam omongan kita.
Ah... mengapa kita masih saja saling menyakiti jika kita memang saling mencintai?
Benarkah aku dan kamu telah dewasa? Jika kita masih butuh air mata untuk mencerna semua yang sulit kita mengerti. Benarkah aku dan kamu sangat siap menyatu menjadi kita? Meredam segala ego dan kemunafikan yang ada.
Sebenarnya apa yang ada di labirin otakmu dan labirin otakku? Adakah kita memikirkan kelanjutan yang sedang kita jalani ini?
Mungkin... benar kalau kita masih berjiwa bocah. Kita masih mencoba untuk dewasa. Kita masih mencoba untuk berubah. Peralihan yang paling sulit adalah saat anak ingusan menciumi titik kedewasaan.
Jiwamu dan jiwaku masih terlalu lemah untuk mengerti segala hal yang disediakan dunia. Mataku dan matamu masih terlalu lelah untuk menatap segala kemungkinan yang ada.
Awalnya, kita selalu berbicara tentang kesamaan dalam diri kita. Tapi, saat pertengkaran tercipta, kita malah mengungkit perbedaan yang turut menjadi penumpang gelap dalam pelayaran kita. Inikah cara orang dewasa menyelesaikan perkara yang ada?
Yakinkah kamu bahwa kita telah dewasa?
Aku benci ketika kita selalu saling menyalahkan...
mencari kambing hitam dari setiap permasalahan. Aku benci ketika emosi dalam diriku dan dirimu menjadi begitu dominan saat kita tak mampu berbicara dengan kepala dingin. Aku benci! Sangat amat benci ketika kita berlaku seperti anak TK yang berebut naik perosotan di taman bermain. Bukankah kamu selalu bilang kita telah dewasa? Bukankah kita selalu berusaha bertingkah dewasa ketika bahkan kita tak mampu selalu berpura-pura menjadi dewasa.
Bukan salahku juga bukan salahmu. Ini persoalan kita!
Kita yang belum siap mengerti dan menekuni arti cinta yang sesungguhnya.
Ini persoalan kesiapan! Kesiapan untuk menghadapi apapun yang mengganggu langkah dan perpindahan kita.
Mungkin... kita masih terlalu dini untuk mengerti apa yang terjadi. Kita masih terlalu kecil untuk mengetahui rencana besar yang Tuhan selipkan dalam pertemuan kita.
Mungkin, ini bisa jadi salahku, yang selalu tak mengerti jalan pikiranmu, yang tak terlalu memahami ucapan bibirmu.
Mungkin juga ini salahmu, yang selalu memikirkan segala hal dengan logika, yang selalu mencerna banyak hal hanya dengan persepsimu.
Dan, kemungkinan berikutnya... ini salah kita.
Kita yang tak mampu menahan amarah. Kita yang masih belum mengerti arti bersabar yang sesungguhnya.
Ini bukan yang pertama. Ini terjadi entah-sudah-berapa-kali. Tapi, aku dan kamu selalu memutuskan untuk kembali. Aku dan kamu selalu memutuskan untuk kembali menjadi kita.
Ini seperti siklus pertemuan dan perpisahan yang sulit ditebak waktu dan kronologinya. Perpisahan yang terucap hanyalah pertemuan yang tertunda.
Layaknya perpisahan, pertemuan yang tercipta hanyalah perpisahan yang bisa terjadi kapanpun.
Jika berkali-kali kita mengucap kata perpisahan, salahkah jika kita mengharapkan kembali sebuah pertemuan?

LAGI LAGI RUMPUT TETANGGA LEBIH HIJAU

DEAR, bloggers..


Seringkali kita selalu mengeluh atas apa yang terjadi pada diri kita. Itulah ujian sebagai manusia. Kita tak pernah bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan kepada kita. Mungkin seringkali kita dengan sadar atau tidak sadar, tidak senang dengan kesenangan orang lain, dan sebaliknya, bahagia melihat kesedihan orang lain. Bahasa kerennya, "ngepoin orang" adalah hal-hal yang sering kita lakukan hanya untuk menguji, apakah orang lain lebih beruntung dari kita..Astaghfirullah.. mudah-mudahan kita selalu bisa menjaga diri kita agar tidak menjadi orang yang kufur nikmat.

Mudah-mudahan  tidak ada penyikapan yang negatif. Berikut ini adalah mungkin penyikapan yang tepat ketika kita melihat rumput tetangga terlihat lebih hijau.

1. Mungkin rumput kita lebih hijau, sama hijau dari rumput tetangga, karena kita memandangnya dari jauh. 
Bulan begitu indah ketika malam datang, ia tampak bersinar dan bercahaya, sampai pula kita terkagum-kagum olehnya. sebenarnya jika dilihat dari dekat, bulan adalah padang yang tandus yang penuh dengan lubang-lubang karena meteor. Semuanya akan jelas bila dilihat dari dekat, mungkin kita baru akan tersadar bahwa rumput kita bisa jadi lebih hijau ataupun sama hijaunya.


2. Mungkin rumput kita lebih hijau, atau sama hijau dari rumput tetangga, tetapi rumput tetangga terlihat lebih hijau karena ketamakan dan kurangnya rasa syukur pada diri kita.
Rasulullah pernah bersabda “Sekiranya Anak Adam mempunyai sebuah lembah emas , niscaya dia akan meminta tambah satu lagi. Sekiranya dia telah mempunyai dua lembah emas, niscaya dia akan meminta lagi. Tidak akan puas kantong mulut seseorang kecuali jika sudah penuh dengan tanah” (dalam Jami’ ash-Shaghir karya Suyuthi).

Inilah manusia, sifat yang tak pernah puas.. mudah-mudahan kita selalu terhindar dari sifat buruk tersebut ya.

3.  Boleh saja rumput tetangga lebih hijau dari kita, Memangnya kenapa?
 Tidak ada yang salah jika rumput tetangga memang lebih hijau. Tuhan telah memberikan dengan adil kepada semua makhluknya atas rejeki yang diberikan. Allah memberikan kita kelebihan dan kekurangan dengan porsi yang sama. Lalu apa lagi yang dikhawatirkan, sesungguhnya jika kita mau bersyukur, kita akan lebih nikmat menjalani hidup ini dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita.

4. Rumput tetangga terlihat lebih hijau karena rumputnya dicat oleh pemiliknya.
 Kadang kala ada orang yang seleranya melompat dari kemampuannya. Seleranya berada di kebutuhan tersier, sedangkan kemampuannya berada di kebutuhan primer. Dan orang tersebut memaksakan diri meraih apa yang ia selerakan. Sehingga terlihat lah ia parlente, dan mewah. Keadaannya palsu. Hijau rumputnya adalah karena cat, bukan hijau alami.
Jadi, jangan buru-buru takjub lah terhadap orang yang kehidupannya terlihat mewah.

5.  Alhamdulillah, rumput tetangga lebih hijau. Saya ikut senang.
Rasulullah bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhari-Muslim) Maka melihat saudaranya seiman memiliki nikmat yang lebih, seharusnya sikap seorang mukmin seperti apa yang telah Allah ceritakan dalam Al-Qur’an tentang kaum Anshor, “ …Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…” (QS 59 : 9)
 

 6. Rumput tetangga yang lebih hijau memberi motivasi bagi diri saya.
Seharusnya rumput  tetangga yang lebih hijau dapat memberikan motivasi kepada kita untuk meraih apa yang kita cita-citakan demi ridho Allah swt. bukan menjadi sumber kedengkian dan iri hati.

7. Rumput tetangga memang lebih hijau, tapi dibanding tetangga yang lain, alhamdulillah rumput saya masih lebih hijau

Dalam urusan akhirat, kita seharusnya melihat ke atas, tetapi dalam urusan dunia, lihat lah ke bawah. Kalau kesyukuran itu hadir karena perbandingan, maka seharusnya kita lebih banyak bersyukur kepada Allah, karena masih banyak yang tidak seberuntung kita.

8. Biarkan saja rumput tetangga lebih hijau, karena orientasi saya adalah surga dan keridhoan Allah, bukan rumput.
Ya, seharusnya orientasi seorang mukmin adalah surga dan keridhoan Allah. Allah berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS 3 : 14)
Maka seharusnya seorang mukmin sibuk menghijaukan rumput surganya daripada mengurusi hijaunya rumput tetangganya 


Mudah-mudahan bermanfaat. See yaa :D